Faktor dan Syarat Keberhasilan Penerapan Pola Tanam Padi SRI Organik
Sebagaimana lumrahnya suatu usaha yang dijalani, hasilnya dapat berupa ‘berhasil’ karena mencapai harapan minimal atau ‘belum berhasil’ karena tidak mencapai harapan minimal. Demikian juga dalam upaya merubah pola tanam padi dari sistem konvensional ke SRI Organik, ada yang langsung berhasil pada usaha pertama ada yang baru berhasil pada usaha kedua atau ketiga dan seterusnya, ada juga yang belum berhasil walaupun sudah berkali-kali mencoba serta ada yang tidak berhasil karena baru satu atau dua kali mencoba dan belum sesuai dengan harapan lalu menghentikan upayanya. Ukuran keberhasilan pun acuannya bisa berupa peningkatan produktivitas saja tanpa memperhitungkan untung-rugi atau biaya-pendapatan atau faktor finansial dan bisa juga mengacu kepada peningkatan keuntungan atau mengurangi kerugian/faktor finansial.
Perlu diingat kembali bahwa pola tanam SRI adalah cara bercocok tanam padi dengan prinsip menanam bibit muda, jarak penanaman yang lebar, menanam dengan segera, penanaman secara dangkal, air diatur tidak terus menerus menggenangi sawah, penyiangan gulma secara mekanis, dan aplikasi kompos atau bahan organik walaupun pupuk kimia tidak ‘dilarang’ untuk masih digunakan. Sedangkan sistem organik pengertian singkatnya ditataran praktis adalah penggunaan input-input alami seperti kompos, bakteri pengurai dan pembenah tanah, pupuk organik cair, pestisida hayati dan lainnya sebagai penyubur atau pembenah tanah dan sebagai pengendali hama/penyakit dengan menghindari samasekali bahan kimia buatan, walaupun pengertian lengkapnya mengenai pertanian organik ini lebih kompleks lagi yang harus meliputi perlindungan tanah, kontrol biologis, daur ulang makanan dan keragaman hayati. Dari sisi produktivitas, berdasarkan fakta banyak pihak yang merubah pola tanam padi dari sistem konvensional ke sistem organik mengalami penurunan hasil yang bisa terjadi sampai musim tanam ke 4 atau lebih. Kemudian banyak pihak yang merubah pola tanam padi dari sistem konvensional ke pola tanam SRI mengalami peningkatan hasil langsung pada musim tanam pertamanya. Namun untuk yang merubah pola tanam padi dari sistem konvensional menjadi sistem SRI Organik banyak yang mengalami keberhasilan dan banyak juga yang belum mencapai keberhasilan dalam 2, 3 atau beberapa kali masa tanam di lokasi yang sama. Tentunya fakta-fakta tersebut juga sangat dipengaruhi dengan kondisi tanah, lingkungan dan cuaca atau iklim setempat.
Biasanya pihak-pihak yang mencapai keberhasilan secara produktivitas disaat awal perubahan pola tanam ke SRI Organik ini adalah yang memiliki modal besar baik melalui pelaksanaan secara padat karya maupun mekanisasi atau bisa juga petani kecil yang memiliki motivasi dan keuletan yang tinggi. SRI sesuai dengan kepanjangannya yaitu ‘System of Rice Intensification’ adalah pola tanam padi yang memerlukan pola kerja yang intensif sedangkan saat ini para petani Indonesia dalam mengelola sawahnya dengan sistem konvensional pada umumnya sangatlah tidak intensif, sawah hanya dikunjungi beberapa kali saja yaitu saat menyemai, olah lahan, tanam, penyiangan yang umumnya dua kali, tebar pupuk yang umumnya dua kali juga dan saat panen serta saat penyemprotan pestisida dan herbisida kalau ada serangan hama/gulma. Penggabungan pola tanam SRI dengan sistem organik menjadi pola tanam SRI Organik akan menuntut tingkat keintensifan perawatan padi dan sawah menjadi jauh lebih tinggi lagi. Dengan demikian perubahan pola tanam kepada aplikasi SRI Organik ini tidak hanya merubah cara kerja teknis saja melainkan harus merubah budaya kerja dan budaya berpikir ke arah etos kerja yang tinggi, kritis atau cerdas, ulet atau pantang menyerah, menghargai lingkungan atau makhluk lain dan berpikiran positif atau optimistis. Tentunya perubahan budaya kerja dan budaya berpikir yang menjadi lebih baik ini baik menurut norma umum maupun norma agama konsekuensi logisnya adalah peningkatan kesejahteraan yang didalamnya sudah mencakup peningkatan secara finansial serta peningkatan kualitas hidup dan kesehatan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh para petani terutama petani kecil atau gurem yang memiliki modal terbatas agar mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi baik secara produktivitas maupun secara finansial ketika pertamakali mengaplikasikan pola tanam SRI Organik selain mengikuti garis besar prosedur penyemaian, penanaman dan perawatan adalah sebagai berikut :
A. Sebelum mengaplikasikan pola tanam SRI Organik atau ketika masih di pertengahan musim tanam ketika mengaplikasikan sistem konvensional dalam persiapan perubahan pola tanam ke SRI Organik:
- Membuat MOL dengan mempergunakan bahan-bahan yang tersedia di sekitar sawah seperti dari air kelapa, talas atau lainnya.
- Setiap waktu luang dipergunakan untuk mengumpulkan dan menumpukkan bahan-bahan atau limbah organik dalam beberapa kelompok tumpukan di beberapa sudut sawah yang tidak tertanami padi sebagai bahan kompos dan sebaiknya bila memungkinkan dilakukan di tempat yang teduh. Bahan atau limbah organik tersebut dapat berupa jerami yang tersisa, batang pisang yang sudah dipotong-potong, kotoran ternak bila ada di sekitar area pesawahan, daun-daunan dan rumput-rumputan yang dipotong dari area sekitar persawahan yang sekaligus juga untuk membersihkan area tersebut dari rumput-rumputan. Lakukan sebanyak-banyaknya (setinggi-tingginya tumpukan) pengumpulan limbah organik dalam pembuatan kompos ini. Bila sempat dan memungkinkan limbah-limbah tanaman dipotong-potong atau dicacah terlebih dahulu atau bila tidak maka bisa langsung ditumpukkan begitu saja. Tumpukan ini bisa saja dinaungi atau ditutup bagian atasnya saja dengan plastik, karung bekas atau lainnya untuk menghindari terlalu basah karena air hujan atau terlalu kering karena panas matahari sehingga nantinya akan dapat mempercepat proses pengkomposan dengan syarat bila bagian dalam tumpukan ini bila sudah kering harus disiram lagi. Tumpukan ini sebaiknya rutin disiram atau disemprot dengan MOL tetapi jangan sampai terlalu basah dan bila memungkinkan atau sempat dilakukan pembalikan atau pengadukan sekitar seminggu sekali.
- Menanam pohon-pohon kayu dan pohon-pohon berbunga yang berbatang keras di beberapa lokasi pematang sawah yang diatur jangan sampai terlalu menaungi petakan persawahan. Untuk 1 hektar sawah cukup ada 5-10 pohon yang agak tinggi yang jaraknya diatur misalnya gabungan antara pohon kelapa yang berfungsi juga air kelapanya untuk minum petani dan sabutnya untuk bahan pupuk organik cair, pohon kacang babi yang daun/bijinya untuk pestisida organik dan bunganya untuk menarik tabuhan, bunga lamtoro gung atau petai cina yang polongnya bisa untuk lalaban dan daunnya untuk bahan pupuk organik cair, pohon gamal, atau pohon-pohon lainnya yang daunnya tidak lebat dan tidak lebar sehingga tidak terlalu menghalangi sinar matahari. Fungsi penanaman tanaman berbunga seperti lolipop, soka, pagoda, kumis kucing dan lainnya selain beberapa bagian tanamannya berguna sebagai ramuan herbal juga bunganya dapat menarik kedatangan tabuhan dan beberapa jenis predator hama atau serangga penyerbuk lainnya.
- Menanam satu atau dua rumpun pohon tebu untuk sumber gula bahan pembuatan MOL dan beberapa pohon talas untuk sumber tepung bahan pembuatan MOL di pematang sawah atau pinggiran sawah. Satu atau dua kelompok kecil pohon pisang akan baik juga untuk ditanam di pematang sawah selain buahnya bisa dimanfaatkan, batangnya bisa digunakan untuk perangkap keong mas dan bahan pupuk organik cair.
B. Saat pelaksanaan aplikasi pola tanam SRI Organik :
- Setelah panen untuk memulai aplikasi pola tanam SRI Organik, kompos hasil pembuatan dari limbah organik yang sudah dilakukan sebelumnya ditebarkan ke sawah dan diusahakan secara merata sesuai dengan jumlah kompos dan luas sawah. Sisakan kompos ini secukupnya untuk pembuatan persemaian.
- Jerami tidak dijual apalagi dibakar, bila memiliki ternak sendiri atau ada ternak sapi milik tetangga yang kotoran dan urinenya bisa diminta maka sebagian jerami bisa digunakan untuk pakan ternak sapi dan limbah ternaknya dapat dikumpulkan untuk dikomposkan dan dibuat POC. Bila tidak memilki ternak atau tidak ada ternak sapi di sekitar sawah, seluruh jerami digundukkan di tempat pembuatan kompos sebelumnya untuk nanti digunakan komposnya pada musim tanam berikutnya.
- Saat pengolahan tanah (pencangkulan, pembajakan dan lainnya), air tidak boleh mengalir dengan deras dari satu petakan sawah ke petakan berikutnya dan tidak boleh terlalu banyak/terlalu tinggi dari permukaan tanah atau sebaiknya dibendung untuk menghindari terbuangnya kompos yang sudah ditebarkan di sawah.
- Bila tidak ada lahan kosong atau tidak aman untuk menyimpan drum di sawah, sebagian lahan sawah digunakan untuk membuat beberapa kolam/bak pembuatan POC. Bila kontur sawahnya terasering kolam/bak pembuatan POC ini dibuat di kotakan yang lebih atas dan dekat dengan aliran air yang cukup besar untuk memudahkan pengisian kolam/bak dan penyemprotan POC misalnya penyemprotan dengan menggunakan selang.
- Setelah proses penanaman dan memasuki proses perawatan, pemberian pupuk POC N harus dilakukan dengan intensif terutama untuk masa-masa kritis kahat unsur hara N pada padi usia 40-60 hari setelah semai yang sedang mengalami pertumbuhan pesat dalam penambahan jumlah anakan. Intensitas dan kuantitas pemberian POC N akan menentukan jumlah anakan dan kesehatan tanaman padi. Padi yang terlihat menguning adalah indikasi kekurangan unsur hara N yang seharusnya dihindari dan tidak sampai terjadi karena akan mengakibatkan padi mudah terserang penyakit. Pemberian POC N selain dapat dilakukan melalui penyemprotan/penyiraman POC N ke tanah dapat juga dilakukan dengan cara di aliran air atau pancuran air pada setiap atau beberapa petakan ‘ditanamkan’ karung yang berisi kotoran ternak atau daun-daunan atau keong yang dikumpulkan atau limbah organik lainnya. Satu hari dari sekitar 4 hari sawah direndam untuk meratakan penyebaran POC N yang ‘ditanam’ ini. Prinsip penanaman POC ini dapat dilakukan juga untuk POC P dan K pada masa perendaman sawah yang dimulai saat padi mulai ‘bunting’ sampai bulir padi berisi. Keberhasilan dalam pemberian unsur hara N ini menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat produktivitas.
- Melakukan penanaman tanaman bunga musiman atau kacang-kacangan yang nantinya juga akan berbunga di pematang sawah seperti bunga matahari, kacang panjang, kecipir dan lainnya atau bahkan sebagian kecil lahan sawah misalnya yang pengaturan airnya sulit, digunakan sebagai ladang untuk tanaman lain ini. Tanaman-tanaman ini tentunya sebaiknya mempunyai nilai ekonomis selain bermanfaat sebagai penarik tabuhan dan predator hama lainnya.
- Penyulaman padi yang mati atau pertumbuhannya kurang baik dilakukan menggunakan padi yang sudah ditanam di sawah baik yang sengaja ditanam di pinggir petakan seperti tanaman utama sebagai cadangan maupun mengambil dari rumpun padi yang ditanam dari 2 atau 3 bibit, tidak menggunakan padi dari penyemaian atau dari kumpulan padi yang terlalu banyak.
- Penyiangan secara mekanis dilakukan sesegera mungkin di lokasi yang sudah muncul gulmanya untuk mencegah secara dini persaingan dalam memperebutkan unsur hara dengan padi. Penyiangan tidak menunggu kemunculan gulma secara merata atau menunggu jadwal penyiangan minimal yang sudah dibuat. Penanganan gulma yang cepat adalah faktor lainnya dalam keberhasilan meningkatkan produktivitas.
Dari paparan tersebut jelas terlihat bahwa petani yang berhasil merubah budaya kerja dan budaya berpikirnya saja yang dapat berhasil dengan cepat dalam mengaplikasikan pola tanam padi SRI Organik, sedangkan petani yang lebih banyak mengupahkan pekerjaannya karena pekerjaan bertaninya hanya merupakan sampingan saja tentu akan memerlukan biaya yang sangat tinggi dalam proses perawatannya untuk mencapai keberhasilan ini. Oleh karenanya keberhasilan pembangkitan motivasi dan kemampuan berpikir para petani melalui pelatihan, demplot, penyuluhan dan bentuk pembinaan lainnya dengan tekun, sabar, telaten dan terarah menjadi dasar keberhasilan penerapan pola tanam SRI Organik secara berkesinambungan, bukan pembangkitan motivasi melalui iming-iming harga beras organik yang lebih bergantung kepada respon pasar apalagi hanya melalui pemberian bantuan pupuk organik. Bagi petani yang memilki lahan cukup luas di atas setengah hektar dapat membagihasilkan sebagian lahannya dengan petani penggarap, atau masih bisa dilakukan sendiri perawatannya dengan cara melakukan proses penanaman secara bertahap berselang dalam beberapa waktu bila lahannya tidak lebih dari dua hektar tentunya bila pasokan airnya memungkinkan atau ada sepanjang musim untuk dilakukan penanaman bertahap.
Untuk petani yang secara bertahap akan merubah pola tanamnya dari sistem konvensional ke pola tanam SRI, kemudian setelah beberapa musim tanam kemudian beralih lagi ke pola tanam SRI Organik tentunya paparan di atas masih dapat diterapkan dengan lebih ringan lagi. Jadi jelas saja dalam penerapan pola tanam SRI Organik ini ada yang langsung berhasil, baru berhasil pada beberapa musim tanam berikutnya atau belum berhasil juga. Hal tersebut sangat tergantung kepada pelakunya bukan karena kesalahan dalam metode tanamnya walaupun tentunya pola tanam SRI Organik ini masih sangat mungkin untuk tetap disempurnakan dan dilengkapi.